Ujian SEX Di Kampusku

Tidak ada voting

Baca Kisah Nyata : Ujian SEX Di Kampusku

Cerita Bokep : Ujian SEX Di Kampusku

Aqu menghampiri dgn rasa tak niat ke ruang dosen pak Herman, “Imelda”, sebuah suara memanggil.

“Hei Ratih!.”
“Ngapain kau cari-cari dosen killer itu?”, Ratih itu bertanya heran.
“Tau nih, aqu mau minta ujian payudaralan, sudah dua kali aqu minta diundur terus, kenapa ya?.”
“Idih jahat banget!”.
“Makanya, aqu taqut nanti di raport merah, mata kuliah dia kan penting!, tauk nih, bentar ya aqu masuk dulu!”.
“He-eh deh, sampai nanti!” Ratih berlalu.

Dgn memberanikan diri aqu mengetuk pintu.
“Masuk!”, Sebuah suara yg amat ditaqutinya menyilakannya masuk.
“Selamat siang pak!”.
“Selamat siang, kamu siapa?”, tanyanya tanpa meninggalkan pekerjaan yg sedang dikerjakannya.
“Saya Imelda!”. “Aqu..?”
“Oh, yg mau minta ujian lagi itu ya?”.
“Iya bener pak.”
“Saya tak ada waktu, nanti hari Mminggu saja kamu datang ke rumah saya, ini kartu nama saya”,
Katanya acuh tak acuh sambil menyerahkan kartu namanya.
“Ada lagi?” tanya dosen itu.
“Tak pak, selamat siang!”
“Selamat siang!”.

Dgn lemas aqu beranjak keluar dari ruangan itu. Kesal sekali rasanya, sudah belajar sampai larut
malam, sampai di sini harus kembali lagi hari Minggu, huh! Mungkin hanya aqulah yg hari Minggu
masih berjalan sambil membawa tas hendak kuliah. Hari ini aqu harus memenuhi ujian payudaralan di rumah Pak Herman, dosen bajingan itu.

Rumah Pak Herman terletak di sebuah perumahan elite, di atas sebuah bukit, agak jauh dari rumah-
rumah lainnya. Belum sempat memijit Bel pintu sudah terbuka, Seraut wajah yg sudah mulai tua
tetapi tetap segar muncul.

“Ehh! Imelda, ayo masuk!”, sapa orang itu yg tak lain adalah pak Herman sendiri.
“Permisi pak! Ibu mana?”, tanyaqu berbasa-basi.
“Ibu sedang pergi dgn anak-anak ke rumah neneknya!”, sahut pak Herman ramah.
“Sebentar ya, katanya lagi sambil masuk ke dalem ruangan”.
Tumben tak sepeti biasanya ketika mengajar di kelas, dosen ini terkenal paling killer.

Rumah Pak Herman tertata rapi. Dinding ruang tamunya bercat putih. Di sudut ruangan terdapat
seperangkat lemari kaca temapat tersimpan berbagai barang hiasan porselin. Di tengahnya ada
hamparan permadani berrambut, dan kursi sofa kelas satu.

“Gimana sudah siap?”, tanya pak Herman mengejutkan aqu dari lamunannya.
“Eh sudah pak!”
“Sebenernya, sebenernya Imelda tak perlu mengikuti ulang payudaralan kalau….”,
“Kalau! Kalau apa pak?”, aqu bertanya tak mengerti.
Belum habis bicaranya, Pak Herman sudah menuburuk badanku.

“Pak, apa-apaan ini?”, tanyaqu kaget sambil meronta mencoba melepaskan diri.
“Jangan berpura-pura Imelda sayg, aqu membutuhkannya dan kau membutuhkan nilai bukan, kau
akan kululuskan asalkan mau melayani aqu!”, sahut lelaki itu sambil berusaha menciumi bibirku.

Serentak Rambut kudukku berdiri. Geli, jijik, tetapi detah dari mana asalnya perasaan hasrat
menggebu-gebu juga kembali menyerangku. Ingin rasanya membiarkan lelaki tua ini berlaqu
semaunya atas diriku.

Harus kuaqui memang, walaupun dia lebih pantas jadi bapakku, tetapi sebenernya lelaki tua ini
sering membuatku berdebar-debar juga kalau sedang mengajar. Tapi aqu tetap berusaha meronta-
ronta, untuk menaikkan harga diriku di mata Pak Herman.

“Lepaskan, Pak jangan hhmmpppff!”, kata-kataqu tak terselesaikan karena terburu bibirku
tersumbat mulut pak Herman.

Aqu meronta dan berhasil melepaskan diri. Aqu bangkit dan berlari menghindar. Tetapi entah
mengapa aqu justru berlari masuk ke sebuah kamar tidur.

Kurapatkan badanku di sudut ruangan sambil mengatur kembali nafasku yg terengah-engah, entah
mengapa birahiku sedemikian cepat naik. Seluruh wajahku terasa panas, kedua kakikupun terasa
gemetar.

Pak Herman seperti diberi kesempatan emas. Ia berjalan memasuki kamar dan mengunci pintunya.
Lalu dgn perlahan ia mendekatiku. Badanku bergetar hebat manakala lelaki tua itu mengulurkan
tangannya untuk merengkuh diriku.

Dgn sekali tarik aqu jatuh ke pelukan Pak Herman, bibirku segera tersumbat bibir laki-laki tua itu.
Terasa lidahnya yg kasap bermain menyapu telak di dalem mulutku. Perasaanku bercampur aduk
jadi satu, benci, jijik bercampur dgn rasa ingin dicumbui yg semakin kuat hingga akhirnya aqupun
merasa sudah kepalang basah, hati kecilku juga menginginkannya.

Terbayg olehku saat-saat aqu dicumbui seperti itu oleh Aldy, entah sedang di mana dia sekarang.
aqu tak menolak lagi. bahkan kini malah membalas dgn hangat.

Merasa mendapat angin kini tangan Pak Herman bahkan makin berani menelusup di balik blouse
yg aqu pakai, tak berhenti di situ, terus menelup ke balik beha yg aqu pakai. Jantungku
berdegup kencang ketika tangan laki-laki itu meremas-remas gundukan daging kenyal yg ada di
dadaqu dgn gemas.

Terasa bener, telapak tangannya yg kasap di permukaan buah dadaqu, ditingkahi dgn jari-jarinya
yg nakal mepermainkan puting payudaraku. Gemas sekali nampaknya dia. Tangannya makin lama
makin kasar bergerak di dadaqu ke kanan dan ke kiri.
Setelah puas, dgn tak sabaran tangannya mulai melucuti pakaian yg aqu pakai satu demi satu
hingga berceceran di lantai. Hingga akhirnya aqu hanya memakai secarik G-string saja. Bergegas pula
Pak Herman melucuti kaos oblong dan sarungnya. Di baliknya menyembul gagang kemaluan laki-laki itu yg telah menegang, sebesar lengan Bayi.
Tak terasa aqu menjerit ngeri, aqu belum pernah melihat alat vital lelaki sebesar itu. Aqu sedikit
ngeri. Bisa jebol milikku dimasuki benda itu. Tetapi aqu tak dapat menyembunyikan kekagumanku.

Seolah ada pesona tersendiri hingga pandangan mataqu terus tertuju ke benda itu. Pak Herman
berjalan mendekatiku, tangannya meraih kunciran rambutku dan menariknya hingga ikatannya lepas
dan rambutku bebas tergerai sampai ke punggung.

“Kau Cantik sekali Imelda”, gumam pak Herman mengagumi kecantikanku.
Aqu hanya tersenyum tersipu-sipu mendengar pujian itu.

Dgn lembut Pak Herman mendorong badanku sampai terduduk di pinggir kasur. Lalu ia menarik
G-string, kain terakhir yg menutupi badanku dan dibuangnya ke lantai. Kini kami berdua telah
telanjang bulat.

Tanpa melepaskan kedua belah kakiku, bahkan dgn gemas ia mementangkan kedua belah pahaqu
lebar-lebar. Matanya bener-bener nanar memandang daerah di sekitar selangkanganku. Nafas laki-
laki itu demikian memburu.

Tak lama kemudian Pak membenamkan kepalanya di situ. Mulut dan lidahnya menjilat-jilat penuh
nafsu di sekitar kemaluanku yg tertutup rambut lebat itu. Aqu memejamkan mata, oohh,
indahnya, aqu sungguh menikmatinya, sampai-sampai badanku dibuat menggelinjang-gelinjang
kegelian.

“Pak!”, rintihku memelas.

“Pak, aqu tak tahan lagi!”, aqu memelas sambil menggigit bibir.

Sungguh aqu tak tahan lagi mengalamai siksaan birahi yg dilancarkan Pak Herman. Tetapi rupanya
lelaki tua itu tak peduli, bahkan senang melihat aqu dalem keadaan demikian. Ini terlihat dari
gerakan tangannya yg kini bahkan terjulur ke atas meremas-remas buah dadaqu, tetapi tak
menyudahi perbuatannya. Padahal aqu sudah kewalahan dan telah sangat basah kuyup.

“Paakk, aakkhh!”, aqu mengerang keras, kakinya menjepit kepala Pak Herman melampiaskan derita
birahiku, kujambak rambut Pak Herman keras-keras.

Kini aqu tak peduli lagi bahwa lelaki itu adalah dosen yg aqu hormati. Sungguh lihai laki-laki ini
membangkitkan gairahku. aqu yakin dgn nafsunya yg sebesar itu dia tentu sangat berpengalaman
dalem hal ini, bahkan sangat mungkin sudah puluhan atau ratusan mahasiswi yg sudah digaulinya.
Tapi apa peduliku?

Tiba-tiba Pak Herman melepaskan diri, lalu ia berdiri di depanku yg masih terduduk di tepi ranjang
dgn bagian bawah perutnya persis berada di depan wajahku. aqu sudah tahu apa yg dia mau,
tetapi tanpa sempat melaqukannya sendiri, tangannya telah meraih kepalaqu untuk dibawa
mendekati kejantanannya yg aduh mak.., Sungguh besar itu.

Tanpa melawan sama sekali aqu membuka mulut selebar-lebarnya, Lalu kukulum sekalian alat vital
Pak Herman ke dalem mulutku hingga membuat lelaki itu melek merem keenakan. Benda itu hanya
masuk bagian kepala dan sedikit gagangnya saja ke dalem mulutku.

Itupun sudah terasa penuh. Aqu hampir sesak nafas dibuatnya. Aqu pun bekerja keras, menghisap,
mengulum serta mempermainkan gagang itu keluar masuk ke dalem mulutku. Terasa bener kepala
itu bergetar hebat setiap kali lidahku menyapu kepalanya.

Beberapa saat kemudian Pak Herman melepaskan diri, ia membaringkan aqu di tempat tidur dan
menyusul berbaring di sisiku, kaki kiriku diangkat disilangkan di pinggangnya. Lalu Ia berusaha
memasuki badanku belakang. Ketika itu pula kepala kemaluan Pak Herman yg besar itu menggesek
clitoris di lubang senggamaqu hingga aqu merintih kenikmatan.

Ia terus berusaha menekankan miliknya ke dalem milikku yg memang sudah sangat basah.
Pelahan-lahan benda itu meluncur masuk ke dalem milikku.

Dan ketika dgn kasar dia tiba-tiba menekankan miliknya seluruhnya amblas ke dalem diriku aqu tak
kuasa menahan diri untuk tak memekik. Perasaan luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai
diriku, hingga badanku mengejang beberapa detik.

Pak Herman cukup mengerti keadaan diriku, ketika dia selesai masuk seluruhnya dia memberi
kesempatan padaqu untuk menguasai diri beberapa saat. Sebelum kemudian dia mulai
menggoygkan pinggulnya pelan-pelan kemudian makin lama makin cepat.

Aqu sungguh tak kuasa untuk tak merintih setiap Pak Herman menggerakkan badannya, gesekan
demi gesekan di dinding dalem lubang senggamaqu sungguh membuatku lupa ingatan. Pak Herman
menyebadani aqu dgn cara itu. Sementara bibirnya tak hentinya melumat bibir, tengkuk dan
leherku, tangannya selalu meremas-remas buah dadaqu. Aqu dapat merasakan puting payudaraku mulai mengeras, runcing dan kaqu.

Aqu bisa melihat bagaimana gagang kemaluan lelaki itu keluar masuk ke dalem lubang kemaluanku.
Aqu selalu menahan nafas ketika benda itu menusuk ke dalem. Milikku hampir tak dapat menampung
ukuran Pak Herman yg super itu, dan ini makin membuat Pak Herman tergila-gila.

Tak sampai di situ, beberapa menit kemudian Pak Herman membalik badanku hingga menungging di
hadapannya. Ia ingin pakai doggy style rupanya. Tangan lelaki itu kini lebih leluasa meremas-remas
kedua belah buah dada aqu yg kini menggantung berat ke bawah.

Sebagai seorang wanita aqu memiliki daya tahan alami dalem bersebadan. Tapi bahkan kini aqu
kewalahan menghadapi Pak Herman. Laki-laki itu bener-bener luar biasa tenaganya. Sudah hampir
setengah jam ia bertahan. Aqu yg kini duduk mengangkangi badannya hampir kehabisan nafas.
Kupacu terus goygan pinggulku, karena aqu merasa sebentar lagi aqu akan memperolehnya.
Terus, terus, aqu tak peduli lagi dgn gerakanku yg brutal ataupun suaraqu yg kadang-kadang
memekik menahan rasa luar biasa itu.

Dan ketika orgasme itu sampai, aqu tak peduli lagi, aqu memekik keras sambil menjambak
rambutnya. Dunia serasa berputar. Sekujur badanku mengejang. Sungguh hebat rasa yg kurasakan
kali ini. Sungguh ironi memang, aqu mendapatkan kenikmatan seperti ini bukan dgn orang yg aqu
sukai. Tapi masa bodohlah.

Berkali-kali kuusap keringat yg membasahi dahiku. Pak Herman kemudian kembali mengambil
inisiatif. kini gantian Pak Herman yg menindihi badanku. Ia memacu keras untuk mencapai
orgasme. Desah nafasnya mendengus-dengus seperti kuda liar, sementara goygan pinggulnya pun
semakin cepat dan kasar.

Peluhnya sudah penuh membasahi sekujur badannya dan badanku. Sementara kami terus berpacu. Sungguh hebat laki-laki ini. Walaupun sudah berumur tapi masih bertahan segitu lama. Bahkan mengalahkan semua lelaki-lelaki yg pernah tidur dgnku, walaupun mereka rata-rata sebaya dgnku.
Tetapi beberapa saat kemudian, Pak Herman mulai menggeram sambil mengeretakkan giginya.
Badan lelaki tua itu bergetar hebat di atas badanku. Kemaluannya menyemburkan cairan kental yg
hangat ke dalem lubang kemaluanku dgn derasnya.

Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan kami memisahkan diri. Kami terbaring kelelahan di atas
kasur itu. Nafasku yg tinggal satu-satu bercampur dgn bunyi nafasnya yg berat. Kami masing-
masing terdiam mengumpulkan tenaga kami yg sudah tercerai berai.

Aqu sendiri terpejam sambil mencoba merasakan kenikmatan yg baru saja aqu alami di sekujur
badanku ini. Terasa bener ada cairan kental yg hangat perlahan-lahan meluncur masuk ke dalem
lubang kemaluanqu. Hangat dan sedikit gatal menggelitik.

Bagian bawah badanku itu terasa bener-bener banjir, basah kuyub. Aqu menggerakkan tanganku
untuk menyeka bibir bawahku itu dan tanganku pun langsung dipenuhi dgn cairan kental berwarna
putih payudara yg berlepotan di sana.

“Bukan main Imelda, ternyata kau pun seperti kuda liar!” kata Pak Herman penuh kepuasan.
Aqu yg berbaring menelungkup di atas kasur hanya tersenyum lemah. aqu sungguh sangat
kelelahan, kupejamkan mataqu untuk sejenak beristirahat. Persetan dgn badanku yg masih
telanjang bulat.

Pak Herman kemudian bangkit berdiri, ia menyulut segagang rokok. Lalu lelaki tua itu mulai
mengenakan kembali pakaiannya. Aqu pun dgn malas bangkit dan mengumpulkan pakaiannya yg
berserakan di lantai.

Sambil berpakaian ia bertanya,
“Bagaimana dgn ujian saya pak?.”
“Minggu depan kamu dapat mengambil hasilnya”, sahut laki-laki itu pendek.
“Kenapa tak besok pagi saja?”, protes aqu tak puas.
“Aqu masih ingin bertemu kamu, selama seminggu ini aqu minta agar kau tak tidur dgn lelaki lain kecuali aqu!”, jawab Pak Herman.
Aqu sedikit terkejut dgn jawabannya itu. Tapi aqupun segera dapat menguasai keadaanku. Rupanya
dia belum puas dgn pelayanan habis-habisanku barusan.
“Aqu tak bisa janji!”, sahutku seenaknya sambil bangkit berdiri dan keluar dari kamar mencari kamar mandi.

Pak Herman hanya mampu terbengong mendengar jawabanku yg seenaknya itu.

Aqu sedang berjalan santai meninggalkan rumah pak Herman, ini pertemuanku yg ketiga dgn laki-
laki itu demi menebus nilai ujianku yg selalu jeblok jika ujian dgn dia. Mungkin malah sengaja dibuat
jeblok biar dia bisa main dgnku.

Dasar, tetapi harus kuaqui, dia laki-laki hebat, daya tahannya sungguh luar biasa jika dibandingkan
dgn usianya yg hapir mencapai usia pensiun itu. Bahkan dari pagi hingga sore hari ini dia masih
sanggup menggarapku tiga kali, sekali di ruang tengah begitu aqu datang, dan dua kali di kamar
tidur. Aqu sempat terlelap sesudahnya beberapa jam sebelum membersihkan diri dan pulang.
Berutung kali ini, aqu bisa memaksanya menandatangani berkas ujian payudaralanku.

“Masih ada mata kuliah Pengantar Berorganisasi dan Kepemimpinan?”, katanya sambil
membubuhkan nilai A di berkas ujianku.
“Selama bapak masih bisa memberiku nilai A”, kataqu pendek.
“Segeralah mendaftar, kuliah akan dimulai minggu depan!”.
“Terima kasih pak!” kataqu sambil tak lupa memberikan senyum semanis mungkin.
“Imelda!” teriakan seseorang mengejutkan lamunanku.

Aqu menoleh ke arah sumber suara tadi yg aqu perkirakan berasal dari dalem mobil yg berjalan
perlahan menghampiriku. Seseorang membuka pintu mobil itu, wajah yg sangat aqu benci muncul
dari balik pintu Mitsubishi Galant keluaran tahun terakhir itu.

“Masuklah Imelda.”
“Tak, terima kasih. Aqu bisa jalan sendiri koq!”, Aqu masih mencoba menolak dgn halus.
“Ayolah, masa kau tega menolak ajakanku, padahal dgn pak Herman saja kau mau!”.

Aqu tertegun sesaat, Bagai disambar petir di siang bolong.
“Da,Darimana kau tahu?”.
“Nah, jadi bener kan, padahal aqu tadi hanya menduga-duga!”
“Sialan!”, Aqu mengumpat di dalem hati,

Harusnya tadi aqu bersikap lebih tenang, aqu memang selalu nervous kalau ketemu lelaki satu ini,
rasanya ingin buru-buru pergi dari hadapannya dan tak ingin melihat mukanya yg memang seram
itu.

Seperti tipikal orang Indonesia bagian daerah paling timur, lelaki ini hitam tinggi besar dgn postur
sedikit gemuk, janggut dan cambang yg tak pernah dirapikan dgn rambut keritingnya yg dipelihara
panjang ditambah dgn caranya memakai kemeja yg tak pernah dikancingkan dgn bener sehingga
memamerkan dadanya yg penuh rambut.

Dgn asesoris kalung, gelang dan cincin emas, arloji rolex yg dihiasi berlian, cukup menunjukkan
bahwa dia ini orang yg memang punya duit. Tetapi, aqu menjadi muak dgn penampilan seperti itu.

Dindin memang salah satu jawara di kampus, anak buahnya banyak dan dgn kekuatan uang serta gaya jawara seperti itu membuat dia menjadi salah satu momok yg paling menaqutkan di lingkungan
kampus. Dia itu mahasiswa lama, dan mungkin bahkan tak pernah lulus, tetapi tak ada orang yg
berani mengusik keberadaannya di kamus, bahkan dari kalangan akademik sekalipun.

“Gimana? Masih tak mau masuk?”, tanya dia setengah mendesak.

Aqu tertegun sesaat, belum mau masuk. Aqu memang sangat tak menyukai laki-laki ini, Tetapi
kelihatannya aqu tak punya pilihan lain, bisa-bisa semua orang tahu apa yg kuperbuat dgn pak
Herman, dan aqu sungguh-sungguh ingin menjaga rahasia ini, terutama terhadap Redwin,
tunanganku.

Tetapi saat ini aqu bener bener terdesak dan ingin segera membiarkan masalah ini berlalu dariku.
Makanya tanpa pikir panjang aqu mengiyakan saja ajakannya.

Dindin tertawa penuh kemenangan, ia lalu berbicara dgn orang yg berada di sebelahnya supaya
berpindah ke jok belakang. Aqu membanting pantatku ke kursi mobil depan, dan pemuda itu
langsung menancap gas. Sambil nyengir kuda. Kesenangan.

“Ke mana kita?”, tanyaqu hambar.
“Lho? Mestinya aqu yg harus tanya, kau mau ke mana?”, tanya Dindin pura-pura heran.
“Sudahlah Dindin, tak usah berpura-pura lagi, kau mau apa?”, Suaraqu sudah sedemikian pasrahnya.
Aqu sudah tak mau berpikir panjang lagi untuk meminta dia menutup-nutupi perbuatanku. Orang yg
duduk di belakangku tertawa.

“Rupanya dia cukup mengerti apa kemauanmu Dindin!”, Dia berkomentar.
“Ah, diam kau Maki!” Rupanya orang itu namanya Maki, orang dgn penampilan hampir mirip dgn Dindin kecuali rambutnya yg dipotong crew-cut.
“Bagaimana kalau ke rumahku saja? Aqu sangat merindukanmu Imelda!”, pancing Dindin.
“Sesukamulah!”, Aqu tahu bener memang itu yg diinginkannya.
Dindin tertawa penuh kemenangan.

Ia melarikan mobilnya makin kencang ke arah sebuah kompleks perumahan. Lalu mobil yg
ditumpangi mereka memasuki pekarangan sebuah rumah yg cukup besar. Di pekarangan itu sudah
ada 2 buah mobil lain, satu Mitsubishi Pajero dan satu lagi Toyota Great Corolla tetapi keduanya
kelihatan diparkir sekenanya tak beraturan.

Interior depan rumah itu sederhana saja. Cuma satu stel sofa, sebuah rak perabotan pecah belah.
Tak lebih. Dindingnya polos. Demikian juga tempok ruang tengah. Terasa betapa luas dan kosongnya
ruangan tengah itu, meski sebuah bar dgn rak minuman beraneka ragam terdapat di sudut ruangan,
menghadap ke taman samping. Sebuah stereo set terpasang di ujung bar. Tampaknya baru saja
dimatikan dgn tergesa-gesa. Pitanya sebagian tergantung keluar.

Dari pintu samping kemudian muncul empat orang pemuda dan seorang Wanita, yg jelas-jelas masih
menggunakan seragam SMU. Mereka semua mengeluarkan suara setengah berbisik. Keempat orang
laki-laki itu, tiga orang sepertinya sesuku dgn Dindin atau sebangsanya, sedangkan yg satu lagi seperti bule dgn rambutnya yg gondrong.

Sementara si Wanita berperawakan tinggi langsing, berkulit putih dan rambutnya yg hitam lurus dan
panjang tergerai sampai ke pinggang, ia memakai bandana lebar di kepalanya dgn poni tebal
menutupi dahinya.

Wajahnya yg oval dan bermata sipit menandakan bahwa ia keturunan Cina atau sebangsanya. Harus
kuaqui dia memang cantik, seperti bintang film drama Mandarin. Berbeda dgn penampilan ketiga
laki-laki itu, Wanita ini kelihatannya bukan merupakan gerombolan mereka,

Dilihat dari tampangnya yg masih lugu. Ia masih mengenakan seragam sebuah sekolah Katolik yg
langsung bisa aqu kenali karena memang khas. Tetapi entah mengapa dia bisa bergaul dgn orang-
orang ini.

Dindin bertepuk tangan. Kemudian memperkenalkan diriku dgn mereka. Yos, dan Bram seperti tipikal
orang sebangsa Dindin, Tito berbadan tambun dan yg bule namanya Marchell, sementara Wanita SMU itu bernama Sherly. Mereka semua yg laki-laki memandang diriku dgn mata lapar membuat aqu
tanpa sadar menyilangkan tangan di depan dadaqu, seolah-olah mereka bisa melihat badanku di
balik pakaian yg aqu kenakan ini.

Tampak tak sabaran Dindin menarik diriku ke loteng. Langsung menuju sebuah kamar yg ada di ujung.
Kamar itu tak berdaun pintu, sebenernya lebih tepat disebut ruang penygga antara teras dgn kamar-
kamar yg lain Sebab di salah satu ujungnya merupakan pintu tembusan ke ruang lain.

Di sana ada sebuah kasur yg terhampar begitu saja di lantai kamar. Dgn sprei yg sudah acak-acakan.
Di sudut terdapat dua buah kursi sofa besar dan sebuah meja kaca yg mungil. Di bawahnya
berserakan majalah-majalah yg cover depannya saja bisa membuat orang merinding. Bergambar
perempuan-perempuan telanjang.

Aqu sadar bahkan sangat sadar, apa yg dimaui Dindin di kamar ini. Aqu beranjak ke jendela. Menutupgordynnya hingga ruangan itu kelihatan sedikit gelap. Tetapi tak lama, karena kemudian Dindin menyalakan lampu.

Aqu berputar membelakangi Dindin, dan mulai melucuti pakaian yg aqu kenakan. Dari blouse,
kemudian rok bawahanku kubiarkan meluncur bebas ke mata kakiku. Kemudian aqu memutar balik
badanku berbalik menghadap Dindin.

Betapa terkejutnya aqu ketika aqu berbalik, ternyata di hadapanku kini tak hanya ada Dindin, tetapi
Maki juga sedang berdiri di situ sambil cengengesan. Dgn gerakan reflek, aqu menyambar blouseku
untuk menutupi badanku yg setengah telanjang. Melihat keterkejutanku, kedua laki-laki itu malah
tertawa terbahak-bahak.

“Ayolah Imelda, Toh engkau juga sudah sering memperlihatkan badan telanjangmu kepada
beberapa laki-laki lain?.”
“Kurang ajar kau Dindin!” Aqu mengumpat sekenanya.
Wajah laki-laki itu berubah seketika, dari tertawa terbahak-bahak menjadi serius, sangat serius. Dgn
tatapan yg sangat tajam dia berujar,
“Apakah engkau punya pilihan lain? Ayolah, laqukan saja dan sesudah selesai kita boleh melupakan kejadian ini.”

Aqu tertegun, melayani dua orang sekaligus belum pernah aqu laqukan sebelumnya. Apalagi orang-
orang yg bertampang seram seperti ini. Tapi seperti yg dia bilang, aqu tak punya pilihan lain. Seribu
satu pertimbangan berkecamuk di kepalaqu hingga membuat aqu pusing.

Badanku tanpa sadar sampai gemetaran, terasa sekali lututku lemas sepertinya aqu sudah kehabisan
tenaga karena digilir mereka berdua, padahal mereka sama sekali belum memulainya.

Akhirnya, dgn sangat berat aqu menggerakkan kedua tangan ke arah punggungku di mana aqu bisa
meraih kaitan BH yg aqu pakai. Baju yg tadi aqu pakai untuk menutupi bagian badanku dgn
sendirinya terjatuh ke lantai.

Dgn sekali sentakan halus BH-ku telah terlepas dan meluncur bebas dan sebelum terjatuh ke lantai
kulemparkan benda itu ke arah Dindin yg kemudian ditangkapnya dgn tangkas. Ia mencium bagian
dalem mangkuk bra-ku dgn penuh perasaan.

“Harum!”, katanya.
Lalu ia seperti mencari-cari sesuatu dari benda itu, dan ketika ditemukannya ia berhenti.
“36B!”, katanya pendek.
Rupanya ia pingin tahu berapa ukuran dadaqu ini.
“BH-nya saja sudah sedemikian harum, apalagi isinya!”, katanya seraya memberikan BH itu kepada
Maki sehingga laki-laki itu juga ikut-ikutan menciumi benda itu.

Tetapi demikian mata mereka tak pernah lepas menatap belahan buah dadaqu yg kini tak tertutup apa-apa lagi.

Aqu kini hanya berdiri menunggu, dan tanpa diminta Dindin melangkah mendekatiku. Ia meraih
kepalaqu. Tangannya meraih kunciran rambut dan melepaskannya hingga rambutku kini tergerai
bebas sampai ke punggung.

“Nah, dgn begini kau kelihatan lebih cantik!”

Ia terus berjalan memutari badanku dan memelukku dari belakang. Ia sibakkan rambutku dan
memindahkannya ke depan lewat pundak sebelah kiriku, sehingga bagian punggung sampai ke
tengkukku bebas tanpa penghalang. Lalu ia menjatuhkan ciumannya ke tengkuk belakangku.

Lidahnya menjelajah di sekitar leher, tengkuk kemudian naik ke kuping dan menggelitik di sana.
Kedua belah tangannya yg kekar dan berrambut yg tadi memeluk pinggangku kini mulai merayap
naik dan mulai meremas-remas kedua belah buah dadaqu dgn gemas. Aqu masih menanggapinya
dgn dingin dgn tak bereaksi sama sekali selain memejamkan mataqu.

Dindin rupanya tak begitu suka aqu bersikap pasif, dgn kasar ia menarik wajahku hingga bibirnya bias melumat bibirku. Aqu hanya berdiam diri saja tak memberikan reaksi.

Sambil melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha masuk ke dalem mulutku, dan ketika berhasil
lidahnya bergerak bebas menjilati lidahku hingga secara tak sengaja lidahkupun meronta-
ronta.

Sambil memejamkan mata aqu mencoba untuk menikmati perasaan itu dgn utuh. Tak ada gunanya
aqu menolak, hal itu akan membuatku lebih menderita lagi.

Dgn kuluman lidah seperti itu, ditingkahi dgn remasan-remasan telapak tangannya di buah dadaqu
sambil sekali-sekali ibu jari dan telunjuknya memilin-milin puting payudaraku, pertahananku akhirnya bobol juga.

Memang, aqu sudah sangat terbiasa dan sangat terbuai dgn permaian seperti ini hingga dgn
mudahnya Dindin mulai membangkitkan nafsuku. Bahkan kini aqu mulai memberanikan
menggerakkan tangan meremas kepala Dindin yg berada di belakangku.

Sementara dgn ekor mataqu aqu melihat Maki beranjak berjalan menuju sofa dan duduk di sana,
sambil pandangan matanya tak pernah lepas dari kami berdua.

Mungkin karena merasa sudah menguasai diriku, ciuman Dindin terus merambat turun ke leherku,
menghisapnya hingga aqu menggelinjang. Lalu merosot lagi menelusup di balik ketiak dan merayap
ke depan sampai akhirnya hinggap di salah satu pucuk bukit di dadaqu,

Dgn satu remasan yg gemas hingga membuat puting payudaraku melejit Dindin untuk mengulumnya.
Pertama lidahnya tepat menyapu pentilnya, lalu bergerak memutari seluruh daerah puting payudaraku
sebelum mulutnya mengenyot habis puting payudaraku itu. Ia menghisapnya dgn gemas sampai
pipinya kempot.

Badanku secara tiba-tiba bagaikan disengat listrik, terasa geli yg luar biasa bercampur sedikit nyeri di
bagian itu. Aqu menggelinjang, melenguh apalagi ketika puting payudaraku digigit-gigit perlahan
oleh Dindin. Buah anggur yg ranum itu dipermainkan pula dgn lidah Dindin yg kasap.

Dipilin-pilinnya kesana kemari. Dikecupinya, dan disedotnya kuat-kuat sampai putingnya menempel
pada telaknya. Aqu merintih. Tanganku refleks meremas dan menarik kepalanya sehingga semakin
membenam di kedua gunung kembarku yg putih dan padat.

Aqu sungguh tak tahu mengapa harus begitu pasrah kepada lelaki itu. Mengapa aqu justeru
tenggelam dalem permaianan itu?

Semula aqu hanya merasa terpaksa demi menutupi rahasia atas perbuatanku. Tapi kemudian
nyatanya, permainan yg Dindin mainkan begitu dalem. Dan aneh sekali, Tanpa sadar aqu mulai
mengikuti permainan yg dipimpin dgn cemerlang oleh Dindin.

“Imelda,”
“Ya?,”
“Kau suka aqu perlaqukan seperti ini?”. Aqu hanya mengangguk.

Dan memejamkan matanya. membiarkan buah dadaqu terus diremas-remas dan puting
payudaranya dipilin perlahan. Aqu menggeliat, merasakan nikmat yg luar biasa. Puting payudara yg
mungil itu hanya sebentar saja sudah berubah membengkak, keras dan mencuat semakin runcing.

“Hsss, ah!”, Aqu mendesah saat merasakan jari-jari tangan lelaki itu mulai menyusup ke balik celana
dalemku dan merayap mencari lubang yg ada di selangkanganku.

Dan ketika menemukannya Jari-jari tangan itu mula-mula mengusap-usap permukaannya, terus
mengusap-usap dan ketika sudah terasa basah jarinya mulai merayap masuk untuk kemudian
menyentuh dinding-dinding dalem lubang itu.

Dalem posisi masih berdiri berhadapan, sambil terus mencumbui buah dadaqu, Dindin meneruskan
aksinya di dalem lubang gelap yg sudah basah itu. Makin lama makin dalem. Aqu sendiri semakin
menggelinjang tak karuan, kedua buah jari yg ada di dalem lubang kemaluanqu itu bergerak-gerak dgn liar.

Bahkan kadang-kadang mencoba merenggangkan lubang kemaluanqu hingga menganga. Dan yg
membuat aqu tambah gila, ia menggerak-gerakkan jarinya keluar masuk ke dalem lubang kemaluanqu seolah-olah sedang menyebadaniku. Aqu tak kuasa untuk menahan diri.

“Nggghh!”, mulutku mulai meracau.

Aqu sungguh kewalahan dibuatnya hingga lututku terasa lemas hingga akhirnya aqupun tak kuasa
menahan badanku hingga merosot bersimpuh di lantai. Aqu mencoba untuk mengatur nafasku yg
terengah-engah.

Aqu sungguh tak memperhatikan lagi yg kutahu kini tiba-tiba saja Dindin telah berdiri telanjang bulat
di hadapanku. Badannya yg tinggi besar, hitam dan penuh rambut itu dgn angkuhnya berdiri
mengangkang persis di depanku sehingga wajahku persis menghadap ke bagian selangkangannya.
Disitu, aqu melihat gagang kejantanannya telah berdiri dgn tegaknya. Besar panjang kehitaman dgn
rambut hitam yg lebat di daerah pangkalnya.

Dgn sekali rengkuh, ia meraih kepalaqu untuk ditarik mendekati daerah di bawah perutnya itu. Aqu
tahu apa yg dimauinya, bahkan sangat tahu ini adalah perbuatan yg sangat disukai para lelaki. Di
mana ketika aqu melaqukan oral seks terhadap kemaluannya.

Maka, dgn kepalang basah, kulaqukan apa yg harus kulaqukan. Benda itu telah masuk ke dalem
mulutku dan menjadi permainan lidahku yg berputar mengitari ujung kepalanya yg bagaikan sebuah
topi baja itu.

Lalu berhenti ketika menemukan lubang yg berada persis di ujungnya. Lalu dgn segala
kemampuanku aqu mulai mengelomoh gagang itu sambil kadang-kadang menghisapnya kuat-kuat
sehingga pemiliknya bergetar hebat menahan rasa yg tak tertahankan.

Pada saat itu aqu sempat melirik ke arah sofa di mana Maki berada, dan ternyata laki-laki ini sudah
mulai terbawa nafsu menyaksikan perbuatan kami berdua. Buktinya, ia telah mengeluarkan gagang
kejantanannya dan mengocoknya naik turun sambil berkali-kali menelan ludah.

Konsentrasiku buyar ketika Dindin menarik kepalaqu hingga menjauh dari selangkangannya. Ia lalu
menarik badanku hingga telentang di atas kasur yg terhampar di situ. Lalu dgn cepat ia melucuti
celana dalemku dan dibuangnya jauh-jauh seakan-akan ia taqut aqu akan memakainya kembali.
Untuk beberapa detik mata Dindin nanar memandang bagian bawah badanku yg sudah tak tertutup
apa-apa lagi. Si Makipun sampai berdiri mendekat ke arah kami berdua seakan ia tak puas
memandang kami dari kejauhan.

Tetapi beberapa detik kemudian, Dindin mulai merenggangkan kedua belah pahaqu lebar-lebar.
Paha kiriku diangkatnya dan disangkutkan ke pundaknya. Lalu dgn tangannya yg sebelah lagi
memegangi gagang kejantanannya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir kemaluanqu yg sudah
sangat basah.

Ada rasa geli menyerang di situ hingga aqu menggelinjang dan memejamkan mata.

Sedetik kemudian, aqu merasakan ada benda lonjong yg mulai menyeruak ke dalem lubang
kemaluanqu. Aqu menahan nafas ketika terasa ada benda asing mulai menyeruak di situ. Seperti
biasanya, aqu tak kuasa untuk menahan jeritanku pada saat pertama kali ada kejantanan laki-laki
menyeruak masuk ke dalem lubang kemaluanqu.

Dgn perlahan tetapi pasti, kejantanan Dindin meluncur masuk semakin dalem. Dan ketika sudah
masuk setengahnya ia bahkan memasukkan sisanya dgn satu sentakan kasar hingga aqu bener-bener
berteriak karena terasa nyeri. Dan setelah itu, tanpa memberiku kesempatan untuk membiasakan
diri dulu, Dindin sudah bergoyg mencari kepuasannya sendiri.

Dindin menggerak-gerakkan pinggulnya dgn kencang dan kasar menghunjam-hunjam ke dalem
badanku hingga aqu memekik keras setiap kali kejantanan Dindin menyentak ke dalem. Pedih dan
ngilu. Tetapi bercampur nikmat yg tak terkira.

Ada sensasi aneh yg baru pertama kali kurasakan di mana di sela-sela rasa ngilu itu aqu juga
merasakan rasa nikmat yg tak terkira. Tetapi aqu juga tak bisa menguasai diriku lagi hingga aqu
sampai menangis menggebu-gebu, sakit keluhku setiap kali Dindin menghunjam, tapi aqu semakin
mempererat pelukanku, Pedih, tapi aqu juga tak bersedia Dindin menyudahi perlaquannya terhadap
diriku.

Aqu semakin merintih. Air mataqu meleleh keluar. kami terus bergulat dalem posisi demikian.
Sampai tiba-tiba ada rasa nikmat yg luar biasa di sekujur badanku. Aqu telah orgasme. Ya, orgasme
bersama dgn orang yg aqu benci.

Badanku mengejang selama beberapa puluh detik. Sebelum melemas. Tetapi Dindin rupanya belum
selesai. Ia kini membalikkan badanku hingga kini aqu bertumpu pada kedua telapak tangan dan
kedua lututku. Ia ingin meneruskannya dgn doggy style. Aqu hanya pasrah saja.

Kini ia menyebadaniku dari belakang. Tangannya kini dgn leluasa berpindah-pindah dari pinggang,
meremas pantat dan meremas buah dadaqu yg menggelantung berat ke bawah. Kini Dindin bahkan
lebih memperhebat serangannya. Ia bisa dgn leluasa menggoygkan badannya dgn cepat dan
semakin kasar.

Pada saat itu tanpa terasa, Maki telah duduk mengangkang di depanku. Laki-laki ini juga telah
telanjang bulat. Ia menyodorkan gagang kemaluannya ke dalem mulutku, tangannya meraih
kepalaqu dan dgn setengah memaksa ia menjejalkan gagang kejantanannya itu ke dalem mulutku.

Kini aqu melayani dua orang sekaligus. Dindin yg sedang menyebadaniku dari belakang. Dan Maki yg sedang memaksaqu melaqukan oral seks terhadap dirinya. Dindin kadang-kadang malah
menyorongkan kepalanya ke depan untuk menikmati buah dadaqu.

Aqu mengerang pelan setiap kali ia menghisap puting payudaraku. Dgn dua orang yg mengeroyokku aqu sungguh kewalahan hingga tak bisa berbuat apa-apa. Malahan aqu merasa sangat terangsang dgn posisi seperti ini.

Mereka menyebadaniku dari dua arah, yg satu akan menyebabkan kemaluan pada badan mereka yg
berada di arah lainnya semakin menghunjam. Kadang-kadang aqu hampir tersedak. Maki yg
tampaknya mengerti kesulitanku mengalah dan hanya diam saja. Dindin yg mengatur segala
gerakan.

Perlahan-lahan kenikmatan yg tak terlukiskan menjalar di sekujur badanku. Perasaan tak berdaya
saat bermain seks ternyata mengakibatkan diriku melambung di luar batas yg pernah kuperkirakan
sebelumnya. Dan kembali badanku mengejang, deras dan tanpa henti. Aqu mengalami orgasme yg
datang dgn beruntun seperti tak berkesudahan.

Tak lama kemudian Dindin mengalami orgasme. Gagang kemaluannya menyemprotkan air mani dgn
deras ke dalem lubang kemaluanqu. Benda itu menyentak-nyentak dgn hebat, seolah-olah ingin
menjebol dinding kemaluanqu. Aqu bisa merasakan air mani yg disemprotkannya banyak sekali,
hingga sebagian meluap keluar meleleh di salah satu pahaqu.

Sesudah itu mereka berganti tempat. Maki mengambil alih perlaquan Dindin. Masih dalem posisi
doggy style. Gagang kejantanannya dgn mulus meluncur masuk dalem sekali sampai menyentuh
bibir rahimku. Ia bisa mudah melaqukannya karena memang lubang kemaluanqu sudah sangat licin
dilumasi cairan yg keluar dari dalemnya dan sudah bercampur dgn air mani Dindin yg sangat banyak.

Permainan dilanjutkan. Aqu kini tinggal melayani Maki seorang, karena Dindin dgn nafas yg
tersengal-sengal telah duduk telentang di atas sofa yg tadi diduduki Maki untuk mengumpulkan
tenaga.

Aqu mengeluh pendek setiap kali Maki mendorong masuk miliknya. Maki terus memacu
gerakkannya. Semakin lama semakin keras dan kasar hingga membuat aqu merintih dan mengaduh
tak berkesudahan.

Pada saat itu masuk Bram dan Tito bersamaan ke dalem ruangan. Tanpa basa-basi, mereka pun
langsung melucuti pakaiannya hingga telanjang bulat. Lalu mereka duduk di lantai dan menonton
adegan mesum yg sedang terjadi antara aqu dan Maki.

Bram nampak kelihatan tak sabaran Tetapi aqu sudah tak peduli lagi. Maki terus memacu
menggebu-gebu. Laki-laki itu sibuk memacu sambil meremasi buah dadaqu yg menggelantung berat
ke bawah.

Sesaat kemudian badanku dibalikkan kembali telentang di atas kasur dan pada saat itu Bram dgn
tangkas menyodorkan gagang kejantanannya ke dalem mulutku. Aqu sudah setengah sadar ketika
Tito menggantikan Maki menggeluti badanku.

Keadaanku sudah sedemikian acak-acakan. Rambut yg kusut masai. Badanku sudah bersimpah
peluh. Tak hanya keringat yg keluar dari badanku sendiri, tapi juga cucuran keringat dari para laki-
laki yg bergantian menggauliku. Aqu kini hanya telentang pasrah ditindihi badan gemuk Tito yg
bergoyg-goyg di atasnya.

Laki-laki gemuk itu mengangkangkan kedua belah pahaqu lebar-lebar sambil terus menghunjam-
hunjamkan miliknya ke dalem milikku. Sementara Bram tak pernah memberiku kesempatan yg
cukup untuk bernafas. Ia terus saja menjejal-jejalkan miliknya ke dalem mulutku. Aqu sendiri sudah
tak bisa mengotrol diriku lagi. Guncangan demi guncangan yg diakibatkan oleh gerakan Titolah yg
membuat Bram makin terangsang. Bukan lagi kuluman dan jilatan yg harusnya aqu laqukan dgn lidah
dan mulutku.

Dan ketika Tito melenguh panjang, ia mencapai orgasmenya dgn meremas kedua belah buah dadaqu
kuat-kuat hingga aqu berteriak mengaduh kesakitan. Lalu beberapa saat kemudian ia dgn nafasnya
yg tersengal-sengal memisahkan diri dari diriku.

Dan pada saat hampir bersamaan Bram juga mengerang keras. Gagang kejantanannya yg masih
berada di dalem mulutku bergerak liar dan menyemprotkan air maninya yg kental dan hangat.
Aqu meronta, ingin mengeluarkan banda itu dari dalem mulutku, tetapi tangan Bram yg kokoh tetap
menahan kepalaqu dan aqu tak kuasa meronta lagi karena memang tenagaqu sudah hampir habis.
Cairan kental yg hangat itu akhirnya tertelan olehku. Banyak sekali. Bahkan sampai meluap keluar
membasahi daerah sekitar bibirku sampai meleleh ke leher.

Aqu tak bisa berbuat apa-apa, selain dgn cepat mencoba menelan semua yg ada supaya tak terlalu
terasa di dalem mulutku. Aqu memejamkan mata erat-erat, badanku mengejang melampiaskan rasa
yg tak karuan, geli, jijik, tetapi ada sensasi aneh yg luar biasa juga di dalem diriku. Sungguh sangat
erotis merasakan siksa birahi semacam ini hingga aqupun akhirnya orgasme panjang untuk ke sekian
kalinya.

Dgn ekor mataqu aqu kembali melihat seseorang masuk ke ruangan yg ternyata si bule dan orang itu
juga mulai membuka celananya. Aqu menggigit bibir, dan mulai menangis terisak-isak. Aqu hanya
bisa memejamkan mata ketika Marchell mulai menindihi badanku. Pasrah.

Tak lama kemudian setelah orang terakhir melaksanakan hasratnya pada diriku mereka keluar. aqu
merasa seluruh badanku luluh lantak. Setelah berhasil mengumpulkan cukup tenaga kembali, dgn
terhuyung-huyung, aqu bangkit dari tempat tidur, mengenakan pakaianku seadanya dan pergi
mencari kamar mandi.

Aqu berpapasan dgn Dindin yg muncul dari dalem sebuah ruangan yg pintunya terbuka. Lelaki itu
sedang sibuk mengancingkan retsluiting celananya. Masih sempat terlihat dari luar di dalem kamar
itu, di atas tempat tidur badan Sherly yg telanjang sedang ditindihi oleh badan Maki yg bergerak-
gerak cepat. Memacu naik turun. Wanita itu menggelinjang-gelinjang setiap kali Maki bergerak naik
turun. Rupanya anak itu bernasib sama seperti diriku.

“Di mana aqu bisa menemukan kamar mandi?” tanyaqu pada Dindin.

Tanpa menjawab, ia hanya menunjukkan tangannya ke sebuah pintu. Tanpa basa-basi lagi aqu
segera beranjak menuju pintu itu.

Di sana aqu mandi berendam air panas sambil mengangis. Aqu tak tahu saya sudah terjerumus ke
dalem apa kini. Yg membuat aqu benci kepada diriku sendiri, walaupun aqu merasa sedih, kesal,
marah bercampur menjadi satu, tetapi demikian setiap kali teringat kejadian barusan, langsung saja
selangkanganku basah lagi.

Aqu berendam di sana sangat lama, mungkin lebih dari satu jam lamanya. Setelah terasa kepenatan
badanku agak berkurang aqu menyudahi mandiku. Dgn berjalan tertatih-tatih aqu melangkah keluar
kamar mandi dan berjalan mencari pintu keluar. Sudah hampir jam sebelas malam ketika aqu keluar
dari rumah itu.

Sampai di dalem rumah, Aqu langsung ngeloyor masuk ke kamar. Aqu tak peduli dgn kakakku yg
terheran-heran melihat tingkah laquku yg tak biasa, aqu tak menyapanya karena memang sudah tak
ada keinginan untuk berbicara lagi malam ini. Aqu tumpahkan segala perasaan campur aduk itu,
kekesalan, dan sakit hati dgn menangis.

Diposting pada:
Dilihat:3,102 views