Kelakuan Si Anin

Tidak ada voting

Hari itu langit sudah menguning saat aku dan Anin tiba di rumahnya seusai main
tenis bersama. Berhubung jalan ke rumahku masih macet karena jam bubar kantor,
maka Anin mengajakku untuk singgah di rumahnya dulu daripada terjebak macet. Di
pekarangan rumah Anin yang cukup luas itu nampak beberapa kuli bangunan sedang
sibuk bekerja, kata Anin disana akan dibangun kolam ikan lengkap dengan
paviliunnya. Perhatian mereka tersita sejenak oleh dua gadis yang baru turun
dari mobil, yang terbalut pakaian tenis dan memperlihatkan sepasang paha mereka
yang mulus dan ramping. Anin dengan ramah melemparkan senyum pada mereka, aku
juga nyengir membalas tatapan nakal mereka. Mama Anin mempersilakanku masuk dan
menyuguhi kue-kue kecil plus minumannya. Aku langsung menghempaskan pantatku ke
sofa dan menyandarkan raketku di sampingnya, minuman yang disuguhkan pun
langsung kusambar karena letih dan haus.

Setengah
jam pertama kami lewati dengan ngerumpi tentang masalah kuliah, cowok, dan seks
sambil menikmati snack dan menonton TV. Lalu Mama Anin keluar dari kamarnya
dengan dandanan rapi menandakan dia akan keluar rumah.

“Nin, Mama titip bayarannya tukang-tukang itu ke kamu ya,
Mama sekarang mau ke arisan,” katanya seraya menyerahkan amplop pada Anin.
“Yah Mama jangan lama-lama, ntar kalau Citra pulang, Anin
sendirian dong, kan takut,” ujarnya dengan manja (waktu itu papanya sedang di
luar kota, adik laki-lakinya, Niny sudah 2 tahun kuliah di US dan pembantunya,
Mbok Par masih mudik).

Akhirnya kami ditinggal berdua di rumah Anin yang besar itu. Aku sih sebenarnya
sudah mau pulang dan mandi sehabis bermain tenis, tapi Anin masih menahanku
untuk menemaninya. Sebagai sobat dekat terpaksa deh aku menurutinya, lagian aku
kan tidak bawa mobil. Di halaman depan tampak para tukang itu sudah
beres-beres, ada pula yang sudah membersihkan badan di kamar mandi belakang.
Melihat mereka sudah bersih-bersih, akupun jadi kepingin menyegarkan badanku
yang sudah tidak nyaman ini. Akupun mengajak Anin mandi bareng, tapi dia
menyuruhku mandi saja duluan di kamar mandi di kamarnya, nanti dia akan
menyusul sesudah para tukang selesai dan membayar uang titipan Mamanya pada
mereka, sekalian menghabiskan rokoknya yang tinggal setengah. Akupun
meninggalkannya dia yang sedang menonton TV di ruang tengah menuju ke kamarnya.

Di kamar mandi aku langsung menanggalkan pakaianku lalu kuputar kran shower
yang langsung mengucurkan airnya mengguyur tubuh bugilku. Air hangat memberiku
kesegaran kembali setelah seharian berkeringat karena olahraga, rasa nyaman itu
kuekspresikan dengan bersenandung kecil sambil menggosokkan sabun ke sekujur
tubuhku. 15 menit kemudian aku sudah selesai mandi, kukeringkan tubuhku lalu
kulilitkan handuk di tubuhku. Aku sudah beres, tapi anehnya Anin kok belum
muncul juga, bahkan pintu kamarpun tidak terdengar dibuka, padahal dia bilang
sebentar saja. Aku ingin meminjam bajunya, karena bajuku sudah kotor dan bau
keringat, maka aku harus bilang dulu padanya.

“Nin..Nin, sudah belum, saya mau pinjam baju kamu nih!!,”
teriakku dari kamar.

Tidak terdengar jawaban dari seruanku itu, ada apa ya
pikirku, apakah dia sedang di luar meninjau para tukang jadi suaraku tidak
terdengar? Waktu aku lagi bingung sendirian begitu terdengarlah pintu diketuk.
“Nah, ini dia baru datang,” kataku dalam hati. Akupun menuju
ke pintu dan membukanya sambil berkata

“Huuh.. lama banget sih Nin, lagian ngapain pake
ngetok..!!,” rasa kaget memotong kata-kataku begitu melihat beberapa orang pria
sudah berdiri diambang pintu. Dua diantaranya langsung menangkap lenganku dan
yang sebelah kanan membekap mulutku dengan tangannya yang besar.
Belum hilang rasa kagetku mereka dengan sigap menyeretku
kembali ke dalam kamar. Aku mulai dapat mengenali wajah-wajah mereka, ternyata
mereka adalah para kuli bangunan di bawah tadi, semuanya ada 4 orang.

“Apa-apaan ini, lepasin saya.. tolong..!!,” teriakku dengan
meronta-ronta. Tapi salah seorang dari mereka yang lengannya bertato dengan
tenangnya berkata,

“Teriak aja sepuasnya neng, di rumah ini sudah nggak bakal
ada yang denger kok.”

Mendengar itu dalam pikiranku langsung terbesit ‘Anin’, ya
mana dia, jangan-jangan terjadi hal yang tidak diinginkan padanya sehingga aku
pun makin meronta dan menjerit memanggil namanya. Tak lama kemudian masuklah Anin,
tangannya memegang sebuah handycam Sony model terbaru. Sejenak aku merasa lega
karena dia baik-baik saja, tapi perasaanku lalu menjadi aneh melihat Anin
menyeringai seram.

“Nin.. apa-apaan nih, mau ngapain sih kamu?,” tanyaku
padanya. Tanpa mempedulikan pertanyaanku, dia berkata pada para kuli bangunan
itu,
“Nah, bapak-bapak kenalin ini temen saya Citra namanya, dia
seneng banget disetubuhi, apalagi kalau dikeroyok, jadi silakan dinikmati tanpa
malu-malu, gratis kok!,”

Dia juga memperkenalkan para kuli itu padaku satu-persatu.
Yang lengannya bertato adalah mandornya bernama Mokhtar, usianya sekitar 40-an,
dia dipanggil bos oleh teman-temannya. Di sebelah kiriku yang berambut gondrong
sebahu dan kurus tinggi bernama Yetno, usianya sekitar 30-an. Yang berbadan
paling besar diantara mereka sedang memegangi lengan kananku bernama Yetno,
sebaya dengan Mokhtar, sedangkan yang paling muda kira-kira 25-an bernama Parjo,
wajahnya paling jelek diantara mereka dengan bibir agak monyong dan mata besar.

Keempatnya berbicara dengan logat daerah Madura.

“Gila kamu Nin.. lepasin gua ah, edan ini sih!,” aku
berontak tapi dalam hatiku aku justru ingin melanjutkan kegilaan ini.

“Tenang Ci, ini baru namanya surprise, sekali-kali coba
produk kampung dong,” katanya menirukan ucapanku waktu mengerjainya di vila
dulu. Habis berkata bibirnya dengan cepat memagut bibirku, kami berciuman
beberapa detik sebelum dia menarik lepas mulutnya yang bersamaan dengan
menghentakkan handuk yang melilit tubuhku. Mereka bersorak kegirangan melihat
tubuh telanjangku, mereka sudah tidak sabar lagi untuk menikmatiku
“Wah.. nih tetek montok banget, bikin gemes aja!,” seru si Yetno
sambil meremas payudara kananku.

“Ini jembut nggak pernah dicukur yah lebat banget!,” timpal
si Yetno yang mengelusi kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu lebat itu, dengan
terus mengelus Yetno lalu merundukkan kepalanya untuk melumat payudaraku yang
kiri. Sementara di belakangku, si Parjo berjongkok dan asyik menciumi pantatku
yang sekal, tangannya yang tadinya cuma merabai paha mulus dan bongkahan
pantatku mulai menyusup ke belahan pantatku dan mencucuk-cucukkan jarinya di
sana.

Di hadapanku Pak Mokhtar melepaskan pakaiannya, kulihat
tubuhnya cukup berisi tapi perutnya agak berlemak, penisnya sudah mengacung
tegak karena nafsunya. Dia meraba-raba kemaluanku, si Yetno yang sebelumnya
menguasai daerah itu bersikap mengalah, dia melepaskan tangannya dari sana agar
mandornya itu lebih leluasa. Wajahnya mendekati wajahku, dia menghirup bau
harum dari tubuhku.

“Hhmmhh.. si non ini sudah wangi, cantik lagi!,” pujinya
sambil membelai wajahku.

“Iya bos, emang di sini juga wangi loh!,” timpal si Parjo di
tengah aktivitasnya menciumi daerah pantatku.

Diperlakukan seperti itu bulu kudukku merinding,
sentuhan-sentuhan nakal pada bagian-bagian terlarangku membuatku serasa hilang
kendali. Gerak tubuhku seolah-olah mau berontak namun walau dilepas sekalipun
saya tidak akan berusaha melarikan diri karena tanggung sudah terangsang berat.
Merasa sudah menaklukkanku, kedua kuli di samping melonggarkan pegangannya pada
lenganku. Adegan panas ini terus direkam Anin dengan handycamnya sambil
menyoraki kami.

“Aahh.. jangan.. Nin, jangan disyuting.. ngghh.. matiin
handy.. hhmmhh..!!,” kata-kataku terpotong oleh Pak Mokhtar yang melumat
bibirku dengan bernafsu. Aku yang sudah horny membalas ciumannya dengan penuh
gairah.
“Acchh.. ahhkk.. cckk” bunyi mulut dan lidah kami beradu.
Aku makin menggeliat kegelian ketika si Yetno menaikkan lenganku dan menciumi
ketiakku yang tak berbulu.
“Ayo Ci, gaya kamu ok banget, pasti lebih heboh dari
bokepnya Itenas nih,” Anin menyemangati sambil mencari sudut-sudut pengambilan
gambar yang bagus.
Dia fokuskan kameranya ketika aku sedang diciumi Pak Mokhtar,
saat bersilat lidah hingga liur kami menetes-netes. Badanku bergetar sepeti
kesetrum dan tanpa sadar kubuka kedua pahaku lebih lebar sehingga membuka lahan
lebih luas bagi lidah Parjo bermain main di lubang anusku, juga jari-jari yang
mengocok-ngocok vaginaku, beritaseks.comaku tidak dapat melihat jelas lagi
jari-jari siapa yang mengelus ataupun keluar-masuk di sana saking hanyutnya
dalam birahi.
Mereka menggiring dan mendudukkanku di tepi ranjang. Yetno
dan Yetno mulai melepas pakaian mereka, sedangkan Parjo entah sejak kapan dia
melepaskan pakaiannya, karena begitu kulihat dia sudah tidak memakai apa-apa
lagi. Kini mereka berempat yang sudah bugil berdiri mengerubungiku dengan
keempat senjatanya ditodongkan di depan wajahku. Aku sempat terperangah melihat
penis mereka yang sudah mengeras itu, semuanya hitam dan besar, rata-rata
berukuran 17-20cm.
“Ayo non, tinggal pilih mau yang mana duluan,” kata Pak Mokhtar.
Aku meraih penis Pak Yetno yang paling panjang, kubelai dan
kujilati sekujur permukaannya termasuk pelirnya, kemudian kumasukkan ke mulut
dan kuemut-emut.
“Heh, jangan cuma si Yetno aja dong non, saya kan juga mau
nih,” tegur si Yetno seraya menarik tanganku dan menempelkannya pada penisnya .
“Iya nih, saya juga,” sambung si Parjo menarik tanganku yang
lain.

“Mmhh.. eenngg..!,” gumamku saat menyepong Pak Yetno sambil
kedua tanganku menggenggam dan mengocok penis Parjo dan Yetno.
Sambil menikmati penis-penis itu, mendadak kurasakan kakiku
direnggangkan dan ada sesuatu di bawah sana. Oh, ternyata Pak Mokhtar
berjongkok di hadapan selangakanku. Tangannya membelai paha mulusku dan
berhenti di vaginaku dimana dia membuka bibirnya lalu mendekatkan wajahnya
kesana. Kurasakan lidahnya mulai menyentuh dinding vaginaku dan menari-nari
disana. Sungguh luar biasa kenikmatan itu, aku pun semakin liar, aku membuka
pahaku lebih lebar agar Pak Mokhtar lebih leluasa menikmati vaginaku. Hal itu
juga berpengaruh pada kocokan dan kulumanku yang makin intens terhadap ketiga
pria yang sedang kulayani penisnya. Mereka mengerang-ngerang merasakan
nikmatnya pelayanan mulutku secara bergantian. Saking sibuknya aku sampai tidak
tahu lagi tangan-tangan siapa saja yang tak henti-hentinya menggerayangi
payudaraku.

Setelah cukup dengan pemanasan, mereka membaringkan tubuhku
di tengah ranjang. Pak Mokhtar langsung mengambil posisi diantara kedua pahaku
siap untuk memasukkan penisnya kepadaku, tanpa ba-bi-bu lagi dia mulai
menancapkan miliknya padaku. Ukurannya sih tidak sebesar milik Pak Yetno, tapi
diameternya cukup lebar sesuai bentuk tubuhnya sehingga vaginaku terkuak
lebar-lebar dan agak perih. Anin mendekatkan kameranya pada daerah itu saat
proses penetrasi yang membuatku merintih-rintih. Pak Mokhtar mulai
menghentak-hentakkan pinggulnya, mulanya pelan tapi semakin lama goyangannya
semakin kencang membuat tubuhku tersentak-sentak. Teman-temannya juga tidak
tinggal diam, mereka menjilati, mengulum, dan menggerayangi sekujur tubuhku. Si
Parjo sedang asyik menjilat dan mengeyot payudaraku, terkadang dia juga
menggigit putingku. Pak Yetno menggelikitik telingaku dengan lidahnya sambil
tangannya meremasi payudaraku yang satunya. Sementara tangan kananku sedang
mengocok penis si Yetno. Pokoknya bener-bener rame rasanya deh, ya geli, ya
nikmat, ya perih, semua bercampur jadi satu. Aku mengerang-ngerang sambil
mengomeli Anin yang terus merekamku

“Awww.. awas kamu Nin ntar.. saya.. aahh.. liat aja.. oohh..
ntar!,”
“Yaah, kamu masa kalah sama Indah Ci, dia aja sudah ada
bokepnya, sekarang saya juga mo bikin yang kamu nih,” ujarnya dengan santai
“Hmm.. judulnya apa yah, Citra cewek A*****, wah pasti seru deh!”

Kini sampailah aku pada saat yang menentukan, tubuhku
mengejang hebat sampai menekuk ke atas disusul dengan mengucurnya cairan
cintaku seperti pipis. Si Yetno juga jadi ikut mengerang karena genggamanku
pada penisnya jadi mengencang dan kocokanku makin bersemangat. Pak Mokhtar
sendiri belum memperlihatkan tanda-tanda akan klimaks, kini dia malah
membalikkan tubuhku dalam posisi dogy tanpa melepas penisnya. Dia melanjutkan
genjotannya dari belakang.

Waktu aku masih lemas dan kepalaku tertunduk, tiba-tiba si Parjo
menarik rambutku dan penisnya sudah mengacung di depan wajahku. Akupun
melakukan apa yang harus kulakukan, benda itu kumasukkan dalam mulutku. Kumulai
dengan mengitari kepalanya yang seperti jamur itu dengan lidahku, serta
menyapukan ujung lidahku di lubang kencingnya, selanjutnya kumasukkan benda itu
lebih dalam lagi ke mulut dan kukulum dengan nikmatnya. Tentu saja hal ini
membuat si Parjo blingsatan keenakan, penisnya ditekan makin dalam sampai
menyentuh kerongkonganku, bukan cuma itu dia juga memaju-mundurkan penisnya
sehingga aku agak kelabakan. Setiap kali Pak Mokhtar menghujamkan penisnya
penis Parjo semakin masuk ke mulutku sampai wajahku terbenam di
selangkangannya, begitupun sebaliknya ketika Parjo menyentakkan penisnya di
mulutku, penis Pak Mokhtar semakin melesak ke dalamku. Pak Yetno yang menunggu
giliran berlutut di sampingku sambil meremas payudaraku yang menggantung. Pak Mokhtar
mendekati puncak, dia mencengkam pinggulku erat-erat sambil melenguh nikmat,
genjotannya semakin cepat sampai akhirnya menyemburkan cairan putih pekat di
rahimku.

Sesudah Pak Mokhtar mencabut penisnya, si Parjo mengambil
alih posisinya. Namun sebelum sempat memulai, si Yetno menyela:

“Kamu dari bawah aja Jo, masak dari tadi aku ngerasain
tangannya aja sih, aku pengen ininya nih!,” katanya sambil mencucukkan jarinya
ke anusku sehingga aku menjerit kecil.
Merekapun sepakat, akhirnya aku menaiki penis si Parjo yang
berbaring telentang, benda itu masuk dengan lancarnya karena vaginaku sudah
licin oleh cairan kewanitaanku ditambah lagi mani Pak Mokhtar yang banyak itu.
Kemudian dari belakang Yetno mendorong punggungku ke depan sehingga pinggulku
terangkat. Aku merintih-rintih ketika penisnya melakukan penetrasi pada anusku.
“Uuhh.. waduhh.. sempit banget nih lubang!,” desahnya
menikmati sempitnya anusku.

Kedua penis ini mulai berpacu keluar-masuk vagina dan anusku
seperti mesin. Parjo yang berada dibawah menciumi leher depanku dan
meninggalkan bekas merah.

“Ooohh.. aahh.. eenngghh,” suara lirih keluar dari mulutku
setiap kali kedua penis itu menekan kedua liang senggamaku dengan kuat.

Disebelahku kulihat Anin sudah mulai dikerjai Pak Mokhtar
dan Yetno yang sudah tidak sabar karena penisnya belum kebagian jatah lubang
dari tadi. Anin terus merekamku walaupun tangan-tangan jahil itu terus
menggerayanginya, beritaseks.com sesekali dia mendesah. Tangan Pak Yetno
menyusup lewat bawah rok tenisnya dan kaos putihnya sudah disingkap oleh Pak Mokhtar.

Dengan cekatan, Pak Mokhtar membuka kait BH-nya menyebabkan BH yang melingkar
di dadanya itu jatuh, dan terlihatlah buah dada Anin yang montok dengan puting
kemerahan yang mencuat. Pak Yetno langsung melumat yang sebelah kiri sambil
tangannya menggosok-gosok kemaluannya dari luar, yang sebelah kiri diremas Pak Mokhtar
sambil menciumi lehernya. Ikat rambut Anin ditariknya hingga rambut indahnya tergerai
sampai punggung.

“Aaahh.. jangan sekarang Pak.. sshh,” desah Anin dengan
suara bergetar.

Pak Mokhtar mengambil handycam dari tangan Anin dan
meletakkannya di rak kecil pada ujung ranjang, diaturnya sedemikian rupa agar
alat itu menangkap gambar kami semua. Desahan Anin makin seru saat jari-jari
Pak Yetno keluar masuk vaginanya lewat samping celana dalamnya. Kedua
payudaranya menjadi bulan-bulanan mereka berdua, keduanya dengan gemas meremas,
menjilat, mengulum, juga memain-mainkan putingnya, seperti yang pernah
kukatakan, payudara Anin memang paling menggemaskan diantara kami berempat. Pak
Mokhtar duduk berselonjor dengan bersandar pada ujung ranjang, disuruhnya Anin
melakukan oral seks. Tanpa disuruh lagi Anin pun menunduk hingga pantatnya nungging.

Digenggamnya penis yang hitam berurat itu, dikocok sejenak lalu dimasukkan ke
mulutnya. Dari belakang, Pak Yetno menarik lepas celana dalamnya, lalu dia
sendiri mulai menjilati kemaluan Anin yang sudah becek, posisi Anin yang
menungging membuatnya sangat leluasa menjelajahi kemaluannya sampai anusnya
dengan lidah. Mereka melakukan oral seks berantai.

Pak Mokhtar memegang handycam dan mengarahkannya pada Anin
yang sedang mengulum penisnya, terkadang alat itu juga diarahkan padaku yang
sedang disenggamai Yetno dan Parjo. Sudah cukup lama aku bertahan dalam posisi
ini, payudaraku rasanya panas dan memerah karena terus dikenyot dan diremas Parjo
yang di bawahku, lalu Parjo menarik wajahku, bibir mungilku bertemu mulutnya
yang monyong, lidahnya bermain liar dalam mulutku, wajahku juga dijilati sampai
basah oleh ludahnya. Si Yetno yang sedang menyodomiku tangannya bergerilya
mengelusi punggung dan pantatku. Mungkin karena sempitnya, Yetno orgasme
duluan, dia mengerang dan mempercepat genjotannya hingga akhirnya dia melepas
penisnya lalu buru-buru pindah ke depan untuk menyiramkan spermanya di wajahku.

Pak Mokhtar mendekatkan handycam itu saat sperma Yetno muncrat membasahi
wajahku. Wajahku basah bukan saja oleh keringat, juga oleh ludah Parjo dan
sperma Yetno yang kental dan banyak itu. Si Parjo bilang aku jadi lebih cantik
dan menggairahkan dengan kondisi demikian, maka aku biarkan saja wajahku
belepotan seperti itu, bahkan kujilati cairan yang menempel di pinggiran
mulutku.

Lepas dari Yetno, aku masih harus bergumul dengan Parjo
dalam posisi woman on top. Aku menggoyangkan pinggulku dengan liar diatas penisnya,
aku makin terangsang melihat ekspresi kenikmatan di wajahnya, dia meringis dan
mengerang, terutama saat aku membuat gerakan meliuk yang membuat penisnya
seolah-olah dipelintir. Kamar ini bertambah gaduh dengan desahan Anin yang
sedang disodoki Pak Yetno dari belakang, dari depannya Pak Mokhtar menopang
tubuhnya sambil menyusu dari payudaranya. Si Yetno yang sedang beristirahat
diserahi tugas mensyuting adegan kami dengan handycam itu. Gila memang, kalau
dilihat sekilas seperti sedang terjadi perkosaan massal di rumah ini, karena
kalau dilihat dari fisik, mereka kasar dan hitam, selain itu mereka cuma kuli
bangunan. Sedangkan tubuh kami terawat dan putih mulus bak pualam dengan wajah
yang sedap dipandang karena kami dari golongan borju dan terpelajar. Pasti
mereka ibarat kejatuhan bintang berkesempatan menikmati tubuh mulus kami.

Tidak sampai 10 menit setelah Yetno melepaskanku, tubuhku
pun mulai mengejang dan kugoyangkan tubuhku lebih gencar. Akhirnya akupun
kembali mencapai orgasme bersamaan dengan Parjo. Tubuhku ambruk telentang, si Parjo
menyiramkan spermanya bukan hanya di wajahku, tapi juga di leher dan dadaku.

“Hei.. sialan lu, aku belum ngentot sama tuh cewek, udah lu
mandiin pakai peju lu,” tegur Pak Yetno yang sedang menggenjot Anin dalam logat
daerah yang kental.

“Huehehe.. tenang dong bos, suruh aja si non ini yang
bersihin,” jawab Parjo sambil menarik kepala Anin mendekati wajahku, “Ayo non,
minum tuh peju!”

Tanpa merasa jijik, Anin yang sudah setengah sadar itu mulai
menjilati wajahku yang basah, lidahnya terus menyapu cairan putih itu hingga
mulut kami bertemu. Beberapa saat kami berpagutan lalu lidah Anin merambat
turun lagi, ke leher dan payudara, selain menjilati ceceran spema, dia juga
mengulum buah dadaku, putingku digigitnya pelan dan diemut. Sebuah tangan lain
mendarat di payudaraku yang satu. Aku melihat si Yetno sudah berlutut di
sebelahku mengarahkan handycam ke arah kami.

Aku merasakan kedua pahaku dibuka, lalu kemaluanku yang
sudah basah dilap dengan tisu. Si Parjo telah memposisikan kepalanya diantara
pangkal pahaku dan lidahnya mulai menjilati pahaku. Diperlakukan demikian aku
jadi kegelian sehingga paha mulusku makin mengapit kepala si Parjo. Lidahnya
semakin mengarah ke vaginaku dan badanku menggeliat diiringi desahan ketika lidahnya
yang basah itu bersentuhan dengan bibir vaginaku lalu menyapunya dengan jilatan
panjang menyusuri belahannya. Lidah itu juga memasuki vaginaku lebih dalam lagi
menyentuh klitorisku. Ooohh.. aku serasa terbang tinggi dengan perlakuan
mereka, belum lagi si Yetno yang terus memilin-milin putingku dan Anin yang
menjilati tubuhku. Dalam waktu singkat selangkanganku mulai basah lagi. Parjo
mengisap vaginaku dalam-dalam sehingga mulutnya terlihat semakin monyong saja,
sesekali dia mengapitkan klitorisku dengan bibirnya. Aku mengerang keras,
kakiku mengapit erat kepalanya melampiaskan perasaan yang tak terlukiskan itu.

Aku mendengar Pak Yetno menjerit tertahan, tubuhnya
mengejang dan genjotannya terhadap Anin makin kencang, ranjang ini semakin
bergetar karenanya. Anin sendiri tidak kalah serunya, dia menjerit-jerit
seperti hewan mau disembelih karena payudaranya yang montok itu digerayangi
dengan brutal oleh Pak Yetno, selain itu agaknya dia pun sudah mau orgasme.

Akhirnya jeritan panjang mereka membahana di kamar ini, mereka mengejang hebat
selama beberapa saat. Keringat di wajah Anin menetes-netes di dada dan perutku
dan dia jatuhkan kepalanya di perutku setelah Pak Yetno melepasnya. Pak Mokhtar
yang menunggu giliran mencicipi Anin langsung meraih tubuhnya yang masih lemas
itu dan dinaikkan ke pangkuannya dengan posisi membelakangi. Tangannya yang
kekar itu membentangkan lebar-lebar paha Anin dan menurunkannya hingga penis
yang terarah ke vagina Anin tertancap. Penis itu melesak masuk disertai lelehan
sperma Pak Yetno yang tertampung di rongga itu. Sejenak kemudian tubuh Anin
sudah naik turun di pangkuan Pak Mokhtar.

Puas menjilati vaginaku, kini si Parjo membalik tubuhku
dalam posisi doggy. Penisnya diarahkan ke vaginaku dan dengan sekali hentakkan
masuklah penis itu ke dalamku. Parjo memompakan penisnya padaku dengan cepat
sekali sampai aku kesulitan mengambil nafas, kenikmatan yang luar biasa ini
kuekspresikan dengan erangan dan geliat tubuhku. Kemudian Pak Yetno yang sudah
pulih menarik kepalaku yang tertunduk lantas menjejali mulutku dengan penisnya.
Jadilah aku disenggamai dari dua arah, selain itu payudaraku pun tidak lepas
dari tangan-tangan kasar mereka, putingku dipencet, ditarik, dan dipelintir.

Selama 15 menit diigempur dari belakang-depan akhirnya aku tidak tahan lagi,
lolongan panjang keluar dari mulutku bersamaan dengan Anin yang juga telah
orgasme di pangkuan Pak Mokhtar, tak sampai 5 menit Parjo juga menyemburkan
maninya di dalam rahimku.

Pak Yetno menggantikan posisi Parjo, aku dibaringkan
menyamping dan diangkatnya kaki kananku ke bahunya. Dia mendorong penisnya ke
vaginaku, oucchh.. rasanya sedikit nyeri karena ukurannya yang besar itu aku
sampai merintih dan meremas kain sprei, padahal itu belum masuk sepenuhnya.

Beberapa kali dia melakukan gerakan tarik-dorong untuk melicinkan jalan masuk
bagi penisnya, hingga dorongan yang kesekian kali akhirnya benda itu masuk
seluruhnya.

“Aakkhh.. sakit Pak.. aduh,” aku mengerang kesakitan karena
dia melakukannya dengan agak paksa.

Dia berhenti sejenak untuk membiarkanku beradaptasi, baru
kemudian dia mulai menggenjotku, frekuensinya terasa semakin meningkat sedikit
demi sedikit. Urat-urat penisnya terasa sekali bergesekan dengan dinding
vaginaku. Aku dibuatnya mengerang-ngerang tak karuan, mataku menatap kosong ke
arah handycam yang sekarang sudah berpindah ke tangan Pak Mokhtar.

Anin kini sedang digumuli oleh Yetno dalam posisi yang sama
dan saling berhadapan denganku. Kuraih tangannya sehingga telapak tangan kami
saling genggam. Kucoba berbicara dengannya dengan nafas tersenggal-senggal,

“Ahh.. Nin, yang ini.. ngghh.. gede.. amat”
“Iyah.. yang ini juga.. ahh.. gila.. nyodoknya mantap!”
jawabnya

Kemudian aku merasa sebuah lidah menggelitik telingaku,
ternyata itu si Parjo, tangannya tidak tinggal diam ikut bergerilya di
payudaraku. Bulu kudukku merinding ketika lidahnya menyapu telak tenguk dan
belakang telingaku yang cukup sensitif. Pak Yetno menyodokku demikian keras
sambil tangannya meremasi pantatku, untung saja aku sudah terbiasa dengan
permainan kasar seperti ini, kalau tidak tentu aku sudah pingsan sejak tadi.
Tiba-tiba Anin mendesah lebih panjang dan menggenggam
tanganku lebih erat, tubuhnya bergetar hebat, nampaknya dia mau

“Iyah.. terus mas.. ahh.. ahh.. Ci.. gua keluar.. akkhh!”
desahnya bersamaan dengan tubuhnya menegang selama beberapa saat lalu melemas
kembali.

Ternyata Yetno masih belum selesai dengan Anin, kini dia
telentangkan tubuhnya, kaos tenisnya yang tersingkap dilepaskan dan
dilemparnya, maka yang tersisa di tubuh Anin tinggal rok tenis yang mini,
seuntai kalung di lehernya, dan sebuah arloji ‘Guess’ di lengannya. Kemudian
dia menaiki dada Anin dan menyelipkan penisnya diantara kedua gunung itu dan
mengocoknya dengan himpitan daging kenyal itu. Tak lama spermanya berhamburan
ke wajah dan dada Anin, lalu Yetno mengusap sperma di dadanya sampai merata
sehingga payudara Anin jadi basah dan berkilauan oleh sperma. Si Parjo yang
sebelumnya menggerayangiku sekarang sudah pindah ke selangkangan Anin dimana
dia memasukkan dua jari untuk mengobok-obok vaginanya dan mengelus-elus paha
dan pantatnya.

Aku tinggal melayani Pak Yetno seorang saja, tapi tenaganya
seperti tiga orang, bagaimana tidak sudah tiga kali aku dengan dia ganti posisi
tapi masih saja belum menunjukkan tanda-tanda sudahan, padahal badanku sudah
basah kuyup baik oleh keringat maupun sperma, suaraku juga sudah mau habis
untuk mengerang. Sekarang dia sedang genjot aku dengan posisi selangkangan
terangkat ke atas dan dia menyodokiku dari atas dengan setengah berdiri.

Belasan menit dalam posisi ini barulah dia mencabut penisnya dan badanku
langsung ambruk ke ranjang. Belum sempat aku mengatur nafas, dia sudah
menempelkan penisnya ke bibirku dan menyuruhku membuka mulut, cairan putih
kental langsung menyembur ke wajahku, tapi karena semprotannya kuat cairan itu
bukan cuma muncrat ke mulut, tapi juga hidung, pipi, dan sekujur wajahku. Yang
masuk mulut langsung kutelan agar tidak terlalu berasa karena baunya cukup
menyengat.

Anin masih sibuk menggoyang-goyangkan tubuhnya diatas penis Parjo,
kedua tangannya menggenggam penis Pak Mokhtar dan Yetno yang masing-masing
berdiri di sebelah kiri dan kanannya. Secara bergantian dia mengocok dan
menjilati penis-penis di genggamannya itu. Kedua pria itu dalam waktu hampir
bersamaan menyemburkan spermanya ke tubuh Anin. Seperti shower, cairan putih
itu menyemprot dengan derasnya membasahi muka, rambut, leher dan dada Anin.
Mereka nampak puas sekali melihat keadaan temanku seperti itu, Pak Mokhtar yang
memegang handycam mendekatkan benda itu ke arahnya.

“Mandi peju, tengah malam.. aahh..!” demikian senandung Pak Yetno
menirukan irama sebuah lagu dangdut saat mengomentari adegan itu.

Setelah orang terakhir yaitu si Parjo orgasme, kami semua terbaring di ranjang
spring bed itu. Kamar ini hening sejenak, yang terdengar hanya deru nafas
terengah-engah. Anin telentang di atas badan Parjo, wajahnya nampak lelah
dengan tubuh bersimbah peluh dan sperma, namun tangannya masih dapat
menggosok-gosokkan sperma di tubuhnya serta menjilati yang menempel di jarinya.

Pak Yetno yang pulih paling awal, melepaskan dekapannya padaku dan berjalan ke
kamar mandi, sebentar saja dia sudah keluar dengan muka basah lalu memunguti
bajunya. Ketika kuli lainnya pun mulai beres-beres untuk pulang. Mereka
mengomentari bahwa kami hebat dan berterima kasih diberi kesempatan menikmati
‘hidangan’ seperti ini dengan gratis. Anin memakai kembali bajunya untuk
mengantar mereka ke pintu gerbang. Mereka berpamitan padaku dengan mencium atau
meremas organ-organ kewanitaanku. Anin baru kembali ke sini 15 menit kemudian
karena katanya dia diperkosa lagi di taman sebelum mereka pulang. Terpaksa deh
aku harus mandi lagi, habis badanku jadi keringatan dan lengket lagi sih. Kami
berendam bersama di bathtub Anin yang indah sambil menonton ‘film saru yang
kami bintangi sendiri melalui handycam itu. Lumayan juga hasilnya meskipun
kadang gambarnya goyang karena yang men-syuting ikut berpartisipasi. Rekaman
itu kami transfer menjadi VCD hanya untuk koleksi pribadi geng kami. Kami
sempat beradegan sesama wanita sebentar di bathtub karena terangsang dengan
rekaman itu.

Malam itu aku menginap di rumah Anin karena sudah kemalaman dan juga lelah.
Kami terlebih dulu mengganti sprei yang bekas bersenggama itu dengan yang baru
agar enak tidur. Pagi harinya setelah sarapan dan pamitan pada mamanya Anin,
kami menuju ke halaman depan dan naik ke mobil. Di sana kami berpapasan dengan
keempat tukang bangunan yang senyum-senyum ke arah kami, kami pun membalas
tersenyum, lalu Anin mulai menjalankan mobil. Kami keluar dari rumahnya dengan
kenangan gila dan mengasyikkan. Beberapa hari ke depan sampai pembangunan
selesai, mereka beberapa kali memperkosa Anin kalau ada waktu dan kesempatan,
kadang kalau sedang tidak mood Anin keluar rumah sampai jam kerja mereka
berakhir.

Diposting pada:
Dilihat:628 views